-->
BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Minggu, 21 November 2010

WEWENANG, DELGRASI DAN DESENTRALISASI

WEWENANG, KEKUASAAN, DAN PENGARUH
Setiap organisasi, masalah kekuasaan (power) cukup dominan karena setiap hubungan sosial melibatkan “kekuasaan”. Manakala seorang atasan memberikan tugas kepada bawahannya, maka pada saat itu kekuasaan sedang dijalankan. Keseluruhan dalam masalah sentralisasi juga adalah masalah pendistribusian kekuasaan. Salah satu akibat dari kekuasaan adalah konflik. Walaupun demikian, konflik bukanlah hasil yang diharapkan dari kekuasaan. Hasil yang diharapkan dari kekuasaan adalah kepatuhan (complinece).
Menurut pendapat Greenderg dan Baron (1993:119), kekuasaan adalah “sumber yang memberikan kemungkinan kepada seseorang untuk dapat menuntut kepatuhan orang lain yang disebabkan dua hal yaitu posisi dan pribadi”.Etzioni (1984) menyatakan menggunakan kekuasaan oleh yang mempengaruhi terhadap yang dipengaruhi mungkin merubah perilaku tetapi tidak merubah pilihan, yang penting ialah memperhatikan pada apa yang dilakukan seseorang untuk orang lain baik dia suka atau tidak, bukan pada apakah seseorang akan menuruti atau tidak pengaruh yang diterapkan terhadapnya. Kekuasaan berkaitan dengan hubungan antara dua pelaku atau lebih yang di dalamnya perilaku seseorang dipengaruhi oleh orang lain. Kekuasaan hanya ada dalam hubungan baik secara persorangan maupun kelompok, dan kekuasaan tidak nampak dalam keterasingan. Secara sederhana kekuasaan dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang membuat orang lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Kekuasaan sangat penting dalam hal adanya saling keterkaitan di dalam organisasi. Aspek rasional tentang kekuasaan terutama ketergantungan (mutual dependency relationship) dalam keseluruhan konstelasi kekuasaan. Sifat keterkaitan sangat mudah di lihat dalam organisasi yang pada dasarnya menunut adanya interdepedensi antara orang-orang atau sub unit.
Selain itu kekuasaan berhubungan erat dengan pengaruh yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan. Tetapi menurut Scot and Mirchell (1972:21) pengaruh merupakan suatu transaksi sosial dimana seseorang atau sekelompok orang lain melakukan kegiatan sesuai dengan harapan mereka yang mempengaruhi. Jadi proses mempengaruhi tidak perlu selalu berdasarkan kekuasaan, ada cara-cara atau metode lain mendapatkan pengaruh. Proses mempengaruhi meliputi tiga unsur yaitu: (1) orang yang mempengaruhi, (2) metode yang mempengaruhi, dan (3) orang yang dipengaruhi.
Kekuasaan perlu dipertimbangkan tidak hanya dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal, karena sub unit-sub unit dalam organisasi juga memiliki sejumlah kekuasaan yang beraneka ragam. Dua aspek mengenai kekuasaan adalah:Pertama, bahwa kekuasaan merupakan suatu tindakan, yaitu bahwa kekuasaan dilaksanakan dan dapat dilaksanakan. Kedua, bahwa penerimaan kekuasaan sangat penting dalam menentukan bahwa kekuasaan itu ada. Kekuasaan dapat juga tampil melalui jalur lain selain jalur struktur, misalnya kekuasaan yang terbentuk akibat kerusuhan. Karena itu besarnya kekuasaan yang ada dalam dalam organisasi sulit ditetapkan secara pasti. Hasil yang ditimbulkan oleh kekuasaan dapat bermacam-macam, antara lain yang sangat kontradiktif, yaitu kepatuhan dan konflik.
Menurut pendapat Wamsley dalam organisasi yang sangat demokratis, kekuasaan ataupun kewenangan cenderung bersifat hierakis yang di dalam setiap tingkatakan organisasi hanya memiliki sejumlah kekuasaan yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pada tingkatan yang lebih tinggi akan terdapat kekuasaan yang lebih luas sejalan dengan ketentuan bahwa setiap tingkatan dalam organisasi memiliki kekuasaan yang memadai. Pada sebagian besar organisasi keterhubugan ini sering ditampilkan dalam struktur organisasi. Selanjutnya Wemsley berpendapat bahwa kekuasaan memiliki karakteristik tertentu yang cenderung dipengaruhi oleh situasi. Karakteristik tersebut antara lain: (1) bermacam-macam atau berubah-ubah, (2) peka terhadap situasi, (3) dikitari oleh pemeriksaan dan keseimbangan, (4) mengandung sifat yang saling berhubungan, (5) seringkali menggunakan negoisasi dan persuasi, dan (6) adanya perubahan koalisi.
Wewenang dan kekuasaan sering kali digunakan secara bergantian, namun ada juga para ahli yang secara tegas membedakan pengertian wewenang dan kekuasaan. Para ahli telah menganalisis hubungan antara kekuasaan dan wewenang dengan pengaruh. Menurut French and Raven (1960:607-623) menyatakan bahwa pengaruh adalah pengendalian yang dilakukan seseorang di dalam organisasi terhadap orang lain. “Kekuasaan” adalah pengaruh terpendam, sedangkan “pengaruh” merupakan kekuasaan rill atau nyata yang bersumber dari: (1) kekuasaan imbalan jasa, (2) kekuasaan paksaan, (3) kekuasaan panutan, (4) kekuasaan sah, dan (5) kekuasaan keahlian. Semuanya itu merupakan kekuatan potensial, sedangkan pengaruh merupakan kekuasaan yang nyata. Theodorson mencoba melihat bagaimana kuasa dan wewenang saling bertautan. Seorang yang mempunyai wewenang dengan sendirinya memiliki kekuasaan, tetapi tidak berlaku sebaliknya. Sebab setiap orang dapat memiliki kekuasaan, sepanjang ia mempunyai perilaku dan tindakan orang lain sehingga orang lain berperilaku dan bertindak seperti yang diinginkannya. Apabila seseorang tidak dapat mempengaruhi pikiran atau perilaku orang lain, berarti ia kurang memiliki kekuasaan atau ia tidak cinta pada kekuasaan. Seperti kata Bertrand Russell, mereka yang cintanya pada kekuasaan tidak kuat, tidak mungkin mempunyai pengaruh terhadap suatu peristiwa.
Seorang pemimpin yang diangkat oleh suatu organisasi mendapat kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan yang disebut oleh French dan Bertram Raven (1974) sebagai kekuasaan yang sah (legalimate power), atau oleh Bierstedt sebagai kekuasaan yang dilembaga (institutionlized power). Pada saat yang bersamaan, pemimpin tadi memiliki wewenang (authority). Jadi, pada wewenang itu telah melekat kekuasaan sehingga tepatlah apa yang dikatakan oleh Fayol (1949) bahwa wewenang adalah hak untuk memberi perintah dan kekuasaan untuk menuntut ketaatan.
Selain itu disisi lain Max Weber (1974) membuat perbedaan yang mendasar antara kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan melibatkan paksaan atau ketakutan (force or coercion). Kekuasaan tidak akan menjadi faktor yang penting dalam proses internal organsiasi kecuali dalam hal penanganan kelompok pelanggar hukum. Sedangkan wewenang (autority) tidak melibatkan paksaan tetapi lebih mengandung keadilan (judgement). Wewenang dipatuhi karena adanya kesadaran bahwa wajar untuk dipatuhi. Kepatuhan yang ada dalam wewenang pada dasarnya lebih disebabkan oleh kesukarelaan (voluntary) berdasarkan sistem nilai yang berlaku umum antar anggota organisasi.
Kekuasaan bersumber dan didukung secara penuh oleh atasan sedangkan wewenang didukung baik oleh pihak atasan maupun bawahan. Max Weber membedakan tipe-tipe wewenang menjadi tiga, yaitu:


1. Tipe tradisional, lebih berdasar pada kehendak penguasa. Tipe ini banyak terdapat pada masyarakat tradisional.

2. Tipe Kharismatik, lebih berdasar pada keunggulan karakteristik personal. Tipe ini banyak terdapat dalam masyarakat modern.

3. Tipe legal, juga banyak terdapat pada masyarakat modern yang lebih mendasarkan pada hak pimpinan terhadap bawahannya.


Kemudian Robert Nisbert mengemukakan pentingnya membedakan “kekuasaan” dan “wewenang”. Kekuasaan itu merupakan paksaan atau usaha mendominasi orang lain agar berperilaku tertentu, sedangkan wewenang merupakan penerimaan sukarela seseorang akan perubahan yang dilakukan atasan. Selain itu David McClelland (1978:201-210) membedakan kekuasaan dalam arti negatif menguasai orang lain, dan dalam arti positif penggunaan pengaruh atas nama orang lain.
Dombusch dan Scoot (1976) menambahkan kontribusi yang berati untuk memahami wewenang yaitu bahwa wewenang mengadakan pengawasan di dalam organisasi lebih didasarkan pada proses evaluasi. Individu yang melakukan evaluasi adalah individu yang memiliki wewenang untuk itu. Evaluasi akan bersifat efektif manakala pihak yang dievaluasi memiliki kesadaran bahwa sangat penting bagi kepentingannya dan bagi kepentingan organisasi. Kedua ahli ini juga sependapat bahwa wewenang didukung baik oleh pihak atasan maupun bawahan.
Secara garis besar wewenang dapat dibagi dalam dua macam yaitu: wewenang formal (authority formal) dan wewenang pribadi (personality formal). Wewenang formal adalah wewenang sah yang dimiliki oleh seseorang karena kedudukannya dalam organisasi. Wewenang ini dapat berupa memotivasi, memerintah atau mengubah tingkah laku pengikut atau bawahan sesuai dengan keinginannya. Wewenang formal bersumber dari top down authority atau wewenang yang berasal dari kekuasaan puncak turun ke pimpinan yang lebih rendah. Dan bottom up authority atau wewenang karena adanya penerimaan dari pengikut.
Sedangkan wewenang pribadi terjadi karena adanya wibawa yang dimiliki oleh seseorang, misalnya karena usia, pendidikan, kepribadian, sehingga dapat mempengaruhi kehidupan kelompok dan kepuasan pengikut atau bawahan.
Wewenang formal dapat didelagasikan, sedangkan wewenang pribadi tidak dapat didelagasikan; wewenang pribadi akan mnedukung wewenang formal, artinya jika pimpinan mempunyai wewenang pribadi, maka tugas-tugasnya akan lebih lancar serta mendapat dukungan yang cukup berarti dari pengikut atau bawahannya.

Premis
Dari teori-teori kekuasaan dan wewenang yang telah penulis susun di atas, maka yang dimaksud dengan “kekuasaan (power) dan wewenang (authority) itu merupakan, “kemampuan seorang pemimpin, baik karena kedudukan formalnya maupun karena unsur kepribadiannya dalam sebuah organisasi untuk memberikan perintah sehingga pengikut atau bawahan menurut keinginannya, baik karena unsur paksaan maupun karena penerimaan dari pengikut atau bawahan yang dilandasi oleh berbagai faktor (diantaranya pengaruh dan wibawa) yang ada pada diri pimpinan, sehingga tercapai tujuan sesuai dengan keinginan pimpinan”.

Tokoh Teori Wewenang dan Kekuasaan
Tokoh dari pada teori kekuasaan (power) dan wewenang (autority) adalah Max Weber; Robert Nisbert; Hendry Fayol; French dan Bertram Raven; dan Bertrand Russ

Struktur lini dan staf
1. Organisasi Lini (Line Organization)

Dalam jenis organisasi ini, pembagian tugas dan wewenang terdapat perbedaan yang tegas antara pimpinan dan pelaksanaan. Peran pimpinan dalam hal ini sangat dominan dimana semua kekuasaan di tangan pimpinan. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan kegiatan yang utama adalah wewenang dan perintah.

Memang bentuk organisasi semacam ini, khususnya didalam institusi-institusi yang kecil sangat efektif karena keputusan-keputusan cepat diambil dan pelaksanaan keputusan juga cepat. Kelemahannya jenis organisasi semacam ini kurang manusiawi, lebih-lebih para pelaksana tugas bawahan hanya dipandang sebagai robot yang senantiasa siap melaksanakan perintah.

2. Organisasi Staf (Staff Organization)

Dalam organisasi ini, tidak begitu tegas garis pemisah antara pimpinan dan staf pelaksana. Peran staf bukan sekedar pelaksana perintah pimpinan namun staf berperan sebagai pembantu pimpinan. Bentuk organisasi semacam ini muncul karena makin kompleksnya masalah-masalah organisasi sehingga pimpinan sudah tidak dapat lagi menyelesaikan semuanya dan memerlukan bantuan orang lain (biasanya para ahli) yang dapat memberikan masukan pemikiran-pemikiran terhadap masalah-masalah yang dihadapi.

Meskipun organisasi ini lebih baik dari yang pertama karena keputusan-keputusan dapat lebih baik namun kadang-kadang keputusan-keputusan tersebut akan memakan waktu yang lama karena melalui perdebatan-perdebatan yang kadang-kadang melelahkan.

3. Organisasi Lini dan Staf

Organisasi ini merupakan gabungan kedua jenis organisasi yang terdahulu disebutkan (line dan staf). Dalam organisasi ini staf bukan sekedar pelaksana tugas tetapi juga diberikan wewenang untuk memberikan masukan demi tercapainya tujuan secara baik. Demikian juga pimpinan tidak sekedar memberikan perintah atau nasehat tetapi juga bertanggung jawab atas perintah atau nasehat tersebut.

Keuntungan organisasi ini antara lain ialah keputusan yang diambil oleh pimpinan lebih baik karena telah dipikirkan oleh sejumlah orang dan tanggung jawab pimpinan berkurang karena mendapat dukungan dan bantuan dari staf.
Contoh sederhananya lihat bagan organisasi lini dan staf dibawah ini.

Dalam kehidupan sehari-hari apabila unit kerja (departemen, perusahaan dan sebagainya) akan melaksanakan suatu rencana tidak selalu langsung diikuti oleh penyusunan organisasi baru. Struktur organisasi itu biasanya sudah ada terlebih dahulu dan ini relatif cenderung permanen, lebih-lebih struktur organisasi departemen.

Disamping itu unit-unit kerja tersebut dijabarkan kedalam unit-unit yang lebih kecil dan masing-masing unit-unit kerja yang lebih kecil ini mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda-beda (dirjen, direktorat, bidang, seksi, devisi, dan sebagainya). Masing-masing unit kerja tersebut sudah barang tentu akan menyusun perencanaan dan kegiatan-kegiatan. Untuk pelaksanaan rencana rutin cukup oleh staf yang ada sehingga tidak perlu menyusun organisasi baru.

Apabila rencana atau kegiatan tersebut tidak dapat ditangani oleh struktur organisasi yang telah ada biasanya dibentuk, misalnya panitia tim kerja (kelompok kerja), komisi dan sebagainya.

http://www.tahroni.com/?module=detailberita&id=73

0 comments: